Belajar Lagi, Berpikir Ulang – Think Again oleh Adam Grant

Sering kali, kita terjebak dalam keyakinan bahwa pemahaman kita saat ini sudah cukup. Buku Think Again karya Adam Grant hadir untuk menantang pola pikir tersebut dan mengajak kita untuk lebih sering “berpikir ulang.” Bagi Grant, kemampuan untuk terus belajar dan melihat sesuatu dengan sudut pandang baru adalah keterampilan esensial di era modern yang serba cepat ini. Jadi, mengapa Grant menulis buku ini? Karena dia percaya bahwa merasa “cukup tahu” adalah jebakan yang justru dapat membuat kita mundur dan gagal beradaptasi dengan perubahan.

Di dalam bukunya, Grant mengulas kisah kegagalan perusahaan besar seperti Blackberry dan Kodak sebagai contoh nyata dari orang dan organisasi yang tidak “think again.” Blackberry, misalnya, dulu mendominasi pasar ponsel pintar dengan keyboard fisik khasnya. Namun, ketika layar sentuh mulai populer, para petinggi Blackberry justru merasa angkuh dan yakin bahwa konsumen akan tetap memilih keyboard fisik yang mereka tawarkan. Mereka menolak gagasan bahwa layar sentuh akan mendominasi dan melihatnya hanya sebagai tren sesaat. Keyakinan ini membuat Blackberry enggan untuk berpikir ulang atau “think again,” dan akhirnya mereka tertinggal oleh para pesaing yang lebih cepat beradaptasi, seperti Apple dan Samsung.

Kodak juga memiliki kisah serupa. Meskipun mereka adalah penemu kamera digital, mereka malah takut bahwa teknologi baru ini akan menghancurkan bisnis film fotografi mereka. Karena enggan beradaptasi dengan perubahan, mereka memilih mempertahankan model lama, dan akhirnya kalah oleh perusahaan-perusahaan yang lebih inovatif. Dua kisah ini adalah bukti bahwa berhenti belajar dan merasa terlalu nyaman dengan status quo bisa berujung pada kegagalan.

Kegagalan Blackberry dan Kodak ini memperkuat pesan utama Grant: pentingnya kemampuan untuk selalu “think again” atau berpikir ulang. Dunia terus berubah, begitu juga dengan ilmu dan teknologi. Ketika kita merasa “sudah tahu,” kita cenderung menolak gagasan baru yang mungkin bisa membawa kita lebih jauh. Inilah esensi dari slogan Ancora Imparo atau “I’m still learning” yang juga merupakan semboyan dari Monash University, kampus Bachelor saya. Slogan ini, yang diatributkan kepada Michelangelo, menggambarkan komitmen untuk selalu merasa seperti pemula, terus belajar, dan beradaptasi.

Di dalam bukunya, Grant juga membahas tentang tiga mode berpikir yang sering dipakai manusia ketika berbicara atau berdebat. Kita sering beralih ke mode-mode ini tanpa sadar, dan mereka justru menghambat kemampuan kita untuk berpikir ulang.

  1. Preachers / Pengkotbah
    Mode ini muncul ketika kepercayaan kita merasa terancam. Layaknya seorang pengkotbah, kita merasa terdorong untuk meyakinkan orang lain bahwa kepercayaan atau prinsip kita benar. Kita “berkhotbah” untuk mempertahankan pandangan kita, dan sering kali mengabaikan pendapat berbeda yang mungkin memiliki nilai.
  2. Prosecutors / Jaksa
    Dalam mode jaksa, kita berfokus untuk membuktikan bahwa argumen atau pandangan orang lain salah. Kita mengumpulkan bukti untuk menunjukkan kelemahan lawan bicara tanpa benar-benar mencoba memahami sudut pandang mereka. Alih-alih berpikir ulang, kita hanya ingin membenarkan diri dan menghakimi pendapat lain.
  3. Politicians / Politisi
    Mode ini terjadi saat kita ingin mendapatkan dukungan dari orang lain. Seperti seorang politisi, kita melobi orang lain untuk menerima pandangan kita sebagai yang paling benar. Dalam mode ini, kita lebih sibuk “mengkampanyekan” kepercayaan kita tanpa meluangkan waktu untuk mengevaluasi apakah pandangan kita benar atau salah.

Menurut Grant, ketiga mode ini sering kali menutup peluang kita untuk belajar dan tumbuh. Dengan pola pikir seperti itu, kita hanya ingin melindungi pandangan kita, bukan menguji atau memperbaikinya.

Grant juga mengenalkan teori yang disebut “Mount Stupid.” Konsep ini menggambarkan bahwa ketika seseorang baru mempelajari sesuatu, mereka sering kali mengalami lonjakan kepercayaan diri yang besar. Mereka merasa tahu segalanya dan berada di puncak “Mount Stupid.” Namun, saat mereka belajar lebih dalam, kepercayaan diri tersebut mulai menurun karena mereka mulai menyadari betapa banyak yang sebenarnya tidak mereka ketahui. Dengan kata lain, semakin banyak yang kita tahu, semakin kita menyadari bahwa masih banyak yang perlu dipelajari.

Untuk menghadapi jebakan “Mount Stupid” dan agar kita tetap senang merasa salah dan terus belajar, Grant merekomendasikan untuk menjaga pola pikir terbuka dan merasa nyaman dengan ketidaktahuan kita. Berikut beberapa tips agar kita terus bersemangat belajar:

  1. Temukan Keseruan dalam Menemukan Kesalahan
    Alih-alih melihat kesalahan sebagai kegagalan, coba lihat sebagai kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru. Nikmati proses belajar dan jadikan rasa salah sebagai awal untuk mencari pemahaman yang lebih baik.
  2. Bangun Kebiasaan Bertanya “Apa yang Bisa Saya Pelajari?”
    Setiap kali menghadapi kritik atau ide yang berbeda, coba tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang bisa saya pelajari dari sini?” Pertanyaan ini membantu kita melihat nilai dari perspektif orang lain.
  3. Dekati Orang dengan Pandangan yang Berbeda
    Cobalah berteman dengan orang yang punya pandangan berbeda atau bahkan berlawanan. Dengan begitu, kita akan sering diingatkan bahwa perspektif lain bisa memberikan insight baru.
  4. Lihat Ketidaktahuan sebagai Potensi, Bukan Kekurangan
    Mengakui ketidaktahuan kita bisa membuat kita lebih rendah hati dan terbuka pada pelajaran baru. Anggap ketidaktahuan sebagai ruang kosong yang siap diisi oleh wawasan baru.

Menerapkan Think Again dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya membuat kita lebih bijak dalam mengambil keputusan, tapi juga membuka kesempatan untuk tumbuh. Misalnya, dalam lingkungan kerja, kemampuan berpikir ulang membuat kita lebih terbuka pada kritik dan cara-cara baru yang mungkin lebih efektif. Dalam hubungan sosial, kita menjadi lebih mampu memahami sudut pandang orang lain, yang pada akhirnya meningkatkan empati dan toleransi.

Lantas, bagaimana kita bisa terus mengasah rasa ingin tahu dan tidak merasa “cukup”? Berikut beberapa tips yang bisa kita coba:

  1. Buka Pikiran untuk Sumber Belajar yang Beragam
    Jangan membatasi diri pada satu perspektif. Cobalah membaca berbagai jenis buku, artikel, atau podcast dari sudut pandang yang berbeda, bahkan yang mungkin bertentangan dengan pandangan kita. Ini akan memperluas wawasan kita dan membantu kita berpikir lebih kritis.
  2. Terima Feedback dengan Hati Terbuka
    Menerima kritik atau saran mungkin tidak selalu nyaman, tetapi ini adalah cara ampuh untuk mengevaluasi dan memperbaiki diri. Feedback membantu kita menyadari bahwa mungkin ada hal-hal yang kita lewatkan.
  3. Jangan Malu Mengakui Ketidaktahuan
    Mengakui bahwa kita tidak tahu segalanya adalah langkah awal untuk terus belajar. Ini membuat kita lebih terbuka pada informasi dan pelajaran baru yang bisa memperkaya pengetahuan kita.
  4. Pertanyakan Asumsi Kita Sendiri
    Coba tanyakan “mengapa” lebih sering pada diri sendiri, terutama mengenai keyakinan atau asumsi yang kita miliki. Dengan mempertanyakan hal-hal ini, kita dapat menemukan cara pandang baru yang mungkin lebih tepat.
  5. Berinteraksi dengan Orang yang Memiliki Pandangan Berbeda
    Diskusi dengan orang-orang yang memiliki sudut pandang berbeda dapat membantu kita melihat sesuatu dari perspektif yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Jangan ragu untuk membuka dialog dengan mereka yang punya pemikiran atau latar belakang berbeda.

Dengan menerapkan prinsip Ancora Imparo atau “I’m still learning” dalam hidup kita, kita tidak akan pernah berhenti berkembang. Merasa “cukup tahu” bisa jadi kenyamanan sementara, tapi justru rasa ingin belajar terus-meneruslah yang membuat kita mampu menghadapi masa depan dengan lebih baik. Jadi, mari kita selalu ingat bahwa ilmu dan pengalaman kita saat ini hanyalah sebagian kecil dari yang bisa kita pelajari di dunia ini. Jangan berhenti di sini – teruslah belajar, teruslah “think again.”

Tags: