Bali, 31 Desember 2018
Tulisan terakhir di tahun 2018, sekaligus menjadi tulisan pertamaku setelah sekitar 6 bulan menghilang dari peradaban blog. Mungkin kalau ada yang bertanya, kenapa baru nulis lagi? Dan mungkin jawabannya se simple “baru ngerasain panggilan untuk menulis lagi”, jujur sudah terlampau banyak judul atau bahkan daft yang sudah tertulis, entah kenapa beribu alasan selalu mengalahkan niatku untuk menyelesaikannya.
Kali ini adalah sebuah tulisan yang tujuannya untuk menampilkan sebuah kaleidoscope dari perjalanan 2018 hingga sebuah apresiasi dan muhasabah diri.
2018 bisa dibilang tak semudah yang dipikirkan, ketika aku mencoba menengok kembali ke belakang dan menemukan pelajaran – pelajaran yang tentunya baru ku dapati setelah melewati masa-masa yang terbilang tak mudah. Pelajaran -pelajaran yang tentunya membawaku, kita semua, menjadi sosok yang lebih dewasa.
- Habis gelap terbitlah terang
Diawal tahun 2018, kabar gembira datang ketika aku membaca hasil nilai bahwa aku dinyatakan lulus dan akan mendapatkan gelar sarjana. Tentunya ketika aku menengok kembali kebelakang, semua didapatkan dengan melalui banyak tantangan, sempat jatuh dan merasa sedih sekali ketika ternyata jadwal kelulusan harus diundur karena aku gagal di salah satu mata kuliah. Sedih, jelas. Aku yang merasa sangat gagal dan sangat sedih kembali mengumpulkan niat untuk menyelesaikan perjuangan ini. dan diakhir perjuanganku akhirnya aku bisa membahagiakan orang tuaku. Di tahun ini pula untuk pertama kali selama 2 tahun stengah aku bisa mengajak orang tuaku untuk menghampiri kota perjuanganku. Pelajaran pertama adalah, semua akan indah pada waktunya. Ketika itu belum waktunya, mungkin Allah hanya meminta kita untuk berjuang lebih keras atau lebih lama. Tapi percayalah hasil akan lebih teraasa ketika perjuangannya juga lebih terasa!
- Akhir adalah sebuah awal dari perjalanan yang lain
Di tahun 2018 ini, aku yang baru saja mendapatkan gelar sarjana tentunya melewati masa- masa yang tak jauh beda dengan yang dialami “Fresh graduates” yang lain. “So What’s next?” selalu menjadi bayang- bayang yang menghantui pikiran dan mmebuat diri tidak tenang. Sekembalinya aku dari Melbourne, menutup chapter perjalananku di Melbourne dan tentunya menjadi awal perjalananku yang lain. Mau tidak mau semua harus ditentukan.
masa- masa ini juga yang akhirnya mengantarkan pada pertanyaan- pertanyaan lain seputar eksistensi diri dan masa depan kita. Tentunya bukan hal yang mudah karena pilihan yang kita ambil adalah keputusan yang besar dan perlu adanya tanggung jawab yang besar pula, menjadi langkah awal untuk kehidupan kita kedepannya.
Aku belajar bahwa tentunya pertanyaan-pertanyaan itu jawabannya ada pada diri kita, mungkin jawabannya nggak ditemukan langsung, mungkin butuh waktu, mungkin meminta kita untuk melewati sesuatu. yang pasti,
- Urip iku mung sawang sinawang
Setelah melewati masa- masa harus memilih, aku dan temanku akhirnya memilih jalan kita masing-masing. Beberapa ada yang kembali dan bekerja disebuah korporasi besar, adapula yang di startup, beberapa pun menetap untuk bekerja, maupun melanjutkan studi di Melbourne. Tentunya menjadi seru ketika akhirnya kita bertemu dan menceritakan cerita yang berbeda-beda di perjalanan kita yang tak lagi sama. Tapi dibalik keseruan tak jarang ku dengarkan celetukan “ Enak ya si A kerjanya di bank, gajinya besar”, “enak ya si B kerjanya sesuai passionnya, dia bisa belajar banyak”, “Enak ya si C buka bisnis sendiri jadi kerjanya bebas”. “Si ini dia udah gini gini”. Ya!, masa- masa peralihan ini juga yang mungkin membuat tak sedikit dari kita (dan termasuk aku) merasakan rasa iri dalam hati. Dalam fase ini mungkin sebenernya hal ini menjadi wajar, karena kita yang masih mencari pilihan- pilihan yang tepat untuk diri kita, dihadapi banyak pilihan namun harus memilih salah satunya.
Namun dalam perenunganku, teringatku dengan pesan mbah uti tentang pepatah Jawa yang berbunyi “Urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang.’. Artinya, hidup itu hanya tentang melihat dan dilihat, jadi jangan hanya melihat dari apa yang terlihat. Selama ini kita mungkin membandingkan diri kita dengan orang lain, merasa iri dengan orang lain, sedangkan orang lain pun membandingkan dirinya dengan yang lain tentunya mungkin dengan aspek yang berbeda. Kalau git uterus dan akhirnya nggak akan berhenti.
Jadi maksud dari pepatah tersebut adalah walaupun rumput tetangga memang selalu lebih hijau, jangan terlalu sering kita terjebak rasa iri dan membandingkan diri karena justru akan membuat diri kita sendiri yang tidak enak. Jadi males-malesan kerja, jadi nggak termotivasi, jadi terjebak dengan “If” dan kurang “do it”. Bersyukur dan bahagia, karena bahagia adalah pilihan dari diri kita.
- Keep learning and sharing
Di 2018 pula aku mulai melangkahkan kaki di dunia kerja, untuk pertama kalinya merasakan kerja setelah lulus di Young On Top. Sesuai dengan mottonya “Learn & Share”, kehidupanku bekerja di Young On Top tentunya mengajarkanku banyak hal, dunia yang aku suka. Menjadi Brand Executive di Young On Top tentunya memberikan banyak kesempatan untuk belajar, tentang branding, marketing, website, SEO, social media Ads, dan tentunya amsih banyak lagi. Sesuai juga dengan tagline kampus almameterku juga “Ancora Imparo” yang artinya “I’m still learning”, setiap saat adalah proses kita belajar. Belajar darimana saja dan kapan saja. Dan tentunya ketika kita mendapatkan sesuatu baiknya kita juga berbagi, ketika kitaa belajar baiknya kita juga mengajarkan. Di tahun 2018, Alhamdulillah bisa dipertemukan juga dengan kesempatan volunteer mengajar di desa-desa. Pengalaman yang luar bisa dan mengingatkanku untuk tetap terus berbagi.
- Apasih yang kita cari?
2018 akhirnya terlewati. Dengan melewati air mata, keringat, bahagia, cinta, kekecewaan, dan tantangan – tantangan yang tentunya hadir dengan alasan, alasan menjadikan diri kita lebih dewasa. Diantara banyaknya hal yang terlewati, diantara kesibukan, kebahagiaan, dan kesedihan tentunya aka nada waktu- waktu untuk sejenak berhenti, bernafas dalam- dalam, dan bertanya apasih yang kita cari? Apasih yang kita kejar?. Semakin hari semakin sadar bahwa perlunya diri ini menenangkan diri dan mempertanyakan ulang apa sebenarnya tujuan utama kita. Karena mungkin ditengah perjalanan kita, kesibukan kita, kita terbawa arus menuju arah yang menjauhi tujuan utama kita. Atau mungkin justru ditengah-tengah perjalanan kita, kita merasa Lelah dan akan menyerah, butuh waktu untuk sekedar menenangkan diri dan kembali mengingat bahwa kita masih mempunyai tujuan yang akan kita tuju, mimpi yang akan kita capai, jangan berhenti dan menyerah karena yang manisnya hidup lebih terasa setelah bersusah-susah.
Terakhir, pesanku untuk diri sendiri adalah tetap berjuang, jangan menyerah.
jikalau jalan didepan akan lebih berat, yakinlah “What doesn’t kill you makes you stronger!”